Multikulturalisme Pendidikan Islam
|
Salah satu masalah besar abad 21 ialah kesadaran akan identitas suatu
bangsa atau suku bangsa. Hal ini dsebabkan oleh adanya dua gelombang perubahan
sosial, yaitu globalisasi dan demokrasi. Globalisasi yang menjadi pokok
permasalahan bukan hanya bagi orang dalam bidang perdagangan, politik, ekonomi,
tetapi menjadi pokok permasalahan dalam bidang filsafat dan tentunya pula dalam
bidang pendidikan. Banyak pakar yang telah membahas mengenai globalisasi,
nilai-nilai positif maupun negatif, bahkan ada yang sangat sekeptis tentang
pengaruh globalisasi dalam kehidupan manusia. Namun demikian, kenyataan hidup
manusia abad 21 menunjukkan terjadinya transformasi sosial yang belum pernah di
alami oleh umat manusia untuk lepasa daru arus yang dapat mengeliminir atau
memaginalisasikan identitas suatu masyarakat, duku bangsa, bahsakn identitas
seseorang. Pada tingakat global, dismaping adanya kekuata-kekuatan dunia
seperti dalam bidang pilitik dan perdagangan, muncullah pula kekuatan-kekuatan
yang menginginkan orang mempunyai kesadaran akan identitasnya.[1]
Indonesia adalah salah satu
negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat di
lihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang begitu beraneka ragam
dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau
yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar 13.000
ribu pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta
jiwa. Terdiri dari 300 duku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda.
Selain itu mereka juga mengenal agama dan kepercayaan yang beragam seerti
Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai aliran
kepercayaan.
Keragaman ini di akui atau
tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan sekarang yang dihadapi bangsa.
Korupsi, kolusi, nepotisme, perseteruan politik, kemiskinan, kekerasan,
sparatisme, peruskana lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu
menghormati hak-hak orang lain, adalah bentuk nyata sebagaian dari problem
multikulturalisme itu. Contoh yang m\lebih konkrit dan selalu menjadi pengalaman
pahit bagai bangsa ini, ialah terjadinya pembunuhan besar-besar terhadap masa
yang ikut Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965, kekerasan terhadap etnis
Cina di Jakarta pada Mei 1998-2003. rangkaian konflik tidak hanya menrenggut
korban yang sangat besar, akan tetapu juga menghancurkan ribuan harta benda
penduduk, 400 gereja dan 30masjid. Perang etnis antara warga Dayak dan Madura
yang terjadi sejak tahun 1931 hingga tahun 2000 telah menyebabkan kurang lebih
2.000 nyawa manusia melayang sia-sia. [2]
Pertentangan yang terjadi di negeri ini beberapa tahun terakhir itu
mengajarkan betapa pentingnya pendidikan multikultural bagi masyarakat.
Meskipun bangsa ini mengakui keragaman, namun dalam kenyataannya tidak. Sudah
sejak lama sistem pendidikan kita terpenjara dalam pemenuhan target sebagai
akibat dari kapitalisme yang telah menguasai negeri ini sehingga memunculkan apa
yang disebut link and macth. Dengan demikian, pendidikan tidak lebih dari
pabrik raksasa yang menghasilkan tenaga trampil, namun biaya murah. Pada masa
orde baru, pendidikan merupakan bagian dari indoktrinasi untuk mendukung rezim
yang sedang berkuasa. Waktu itu hampir tidak ada ruang untuk mengungkapkan
identitas lokal dalam sistem pendidikan yang ada hanya kebudayaan nasional.
Warna lokal dianggap sesuatu yang sekunder. Padahal lokalisme dalam pendidikan
multikultural merupakan bagian yang paling penting. [3]
Wacana tentang pendidikan multkulturalisme ini dimaksud untuk merespon
fenomena konflik etnis, sosial budaya yang kerap muncul di tengah-tengah
masyarakat multikultural, wajah multikultural di negeri ini hingga kini ibarat
api dalam sekam yang suatu saat bisa memunculkan akibat suhu politik, agama,
sosial budaya yang memanas, yang memungkinkan konflik tersebut muncul kembali. [4]
Maka menjadikeharusan bagi kita bersama untuk memikirkan ulaya
pemecahannya (solution). Termasuk pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini
adalah kalangan pendidikan. Pendidikan sudah selayaknya berperan dalam
menyelesaikan masalah konflik yang terjadi di masyarakat, bahwa knflik itu
bukan suatu hal yang baik untuk di budayakan. Dan selayaknya pula, pendidikan
mampu memberikan tawaran yang mencerdaskan, antara lain dengan mendisain
materi, motode, hingga kurikulum yang mampu menyadarkan akan pentingnya sikap
saling toleran menghormati perbedaan suku, agama, ras, etnis, dan budaya
masyarakat Indonesia yang multikultural sudah selayaknya pendidikan berperan
sebagai media transformasi sosial, budaya dan multikultural. Dari latar
belakang masalah tersebut selayaknya kita mengembangkan paradigma baru di dunia
pendidikan, yakni paradigma pendidikan multikultural, paradigma pendidikan
multikultural tersebut pada akhirnya bermuara pada terciptanya sikap siswa tau
peserta didik yang mau memahami, menghormati, menghargai perbedaah budaya,
etnis, agama, dan lainnya yang ada di masyarakat. [5]
Pendidikan Islam di Indonesia
merupakan bagian yang terintegral dari pendidikan nasional. Penataan dan
pengaturan atas pendidikan Islam merupakan hal yang inheren dengan pendidikan
nasional, yang artinya ketika ada wacana baru yang menyangkut kebijakan
pendidikan nasional secara tidak langsung akan berimplikasi pada pendidikan
Islam. Sebagai mana yang telah di singgung atas upaya membangun pandangan
multikultural dimasyarakat dengan melibatkan secara aktif kalangan pendidikan
sebagai ihtiar awal dalam merajut kebersamaan ditengah pluralitas agama,
budaya yang menjad PR besar semua elemen
bangsa. Salah satu faktor utama penyebab terjadinya konflik keagamaan
masyarakat yang masih eksklusif. Pemahaman keberagamaan ini tidak bisa
dipandang sebelah mata, karena pemahaman keberagamaan ini akan membentuk
pribasi yang anti pati terhadap pemeluk agama lainnya.
Untuk mencegah keragaman
keberagamaan masyarakat yag eksklusif ini tidak dapat terus berkembang, maka
perlu di ambil beberapa langkah prefentif. Langkah yangperlu diperhatikan dan
dilakukan adalah membangun pemahaman gerakan keberagamaan dan dilakukan adalah
mengubah pemahaman gerakan keberagamaan yang lebih inklusif, pluralis,
multikultural, humanis, dialogis persuasif, kontekstual, substansif, dan aktif
sosial, sangat perlu untuk dikembangkan melalui pendidikan, media masa dan
interaksi sosial .
Nasionalisasi
multikulturalisme meskipun sapai hari ini masih dirasakan sulit oleh beberapa
kalangan akan tetapi bukan suatu yang mustahil untuk kita lakukan. Urugensi
pendidikan multikultural dalam pendidikan Islam sangatlah ekplisit. Bagaimana
hal-hal yang menyangkut sistem pendidikan dapat secara gradual untuk di
perbaharui, baik dari sisi materi, metode, kurikulum dan hal-hal lain yang
mengitarinya meskipun itu sulit dilakukan.
Islam pada dasarnya memliki
pandangan humanisme yang mendasar sebagai sistem nilai (value sistem)
dalam membangun relasi social, dan memiliki kerangka acuan yang jelas dalam
membangun pranata social kehidupan dimana keadilan dan kemerdekaan serta
perdamaian menjadi ruh dan semangat di setiap simpul peradaban yang mensejarah
yang mengalir dalam realitas kehidupan yang senantiasa berubah. Menghadirkan
Islam yang sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatal lil alamin), bukan
lah suatu hal yang mudah untuk kita lakukan, akan hal itu bukan hal yang
mustahil untuk diupayakan. Layaknya agama-agama memiliki sejarahnya
sendiri-sendiri. Sejarah yang mengalir melewati lorong-lorong waktu telah
membentuk karekter agama-agama. Karena agama tidak hadir pada ruang h ampa,
akan tetapi mengakar dengan tradisi dan tata nilai bidaya dimana duatu agama
diturunkan, merupakan konstruksi nilai Ilahiah dan Insaniah, Ifrodiah
dan Ijtimaiah yang dijadikan landasan inspirasional
sekaligus dalam membangun tata kehidupan social.
[1]
Har Tilaar, Kekuasaan Dan Pendidikan, Suatu Tinjauan Dari Perspektif Studi
Cultural. Indanesiatera, Magelang 2003. Hack 146
[2] M
Ainul Yaqin, Pendidikan Multicultural, Cross Cultural Understanding Untuk
Demokrasi Dan Keadilan, Yogyakarta, Pilar Media Hal 3-4
[3]
Chairul Mahfud, Pendidikan Multicultural, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
2006 Hal Xi-Xii
CATATAN KAKI NO 4 DAN 5 KOK NGGAK ADA
BalasHapus