| Bukti Kronologis Masuknya Islam ke Nusantara | |
| 
Bukti kronologis masuknya Islam ke Nusantara 
   
 Masuknya agama Islam ke Nusantara belum diketahui secara pasti. Namun 
ada beberapa pendapat tentang kapan masuknya agama Islam ke Nusantara 
berdasarkan temuan-temuan atau bukti-bukti sejarah 
Peta jalur perdagangan dunia 
Beberapa sumber informasi tentang awal masuknya agama Islam ke Nusantara antara lain  sebagai berikut : 
1. Abad ke -7 Masehi  
Sumber sejarah yang menginformasikan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi adalah sebagai berikut : 
a. 
Berita      Cina Zaman Dinasti Tang yang      menerangkan bahwa pada tahun 674 M, orang-orang Arab telah menetap di Kanton. Groeneveldt
 berpendapat bahwa pada waktu yang sama kelompok      orang Arab yang 
beragama Islam mendirikan perkampungan di pantai barat      Sumatera. 
Perkampungan tersebut namanya Barus/Fansur.2. Abad ke -13 Masehi b. Pada waktu Sriwijaya mengembangkan kekuasaan sekitar abad ke- 7 dan 8, para pedagang Muslim telah ada yang singgah di kerajaan itu sehingga diduga beberapa orang di Sumatera telah memasuki Islam. c. Pada tahun 674 M, Raja Ta-Shih mengirim duta ke kerajaan Holing untuk membuktikan keadilan, kejujuran dan ketegaran Ratu Sima. Lokasi kota Kanton, Sriwijaya, dan Holing 
Sumber sejarah yang menyatakan Agama Islam mulai masuk ke Nusantara pada abad ke-13 M adalah sebagai berikut : 
a. Catatan perjalanan Marcopollo
 yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di  Perlak pada tahun 1292 M 
dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam. 
  b. Ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai Sultan Malik Al-Saleh yang          berangka tahun 1297 M 
 c.  Berita Ibnu Batutah
 dari India. Dalam perjalanannya ke Cina, Ibnu Batutah singgah di 
Samudra Pasai pada tahun 1345 M. Ia menceritakan bahwa Raja Samudra 
Pasai giat menyebarkan Agama Islam.   
Peta rute perjalanan Ibnu Batutah dari India 3. Abad ke -15 Masehi 
      
Sumber sejarah yang menyatakan Agama Islam mulai masuk ke Nusantara pada abad ke-15 M adalah sebagai berikut : 
  a. Catatan Ma-Huan
 seorang Musafir Cina Islam, memberitakan bahwa pada abad ke-15 M 
sebagian besar masyarakat Pantai Utara Jawa Timur telah memeluk Islam. 
   b.  Pemakaman muslim kuno di Troloyo dan Trowulan. Makam yang berangka tahun 1457 M membuktikan adanya bangsawan Majapahit yang sudah memeluk Agama Islam pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. 
c.   Makam salah seorang Wali Songo di daerah Gresik. Pada batu nisannya tertulis nama Malik Ibrahim (Bangsa Persia) yang wafat pada tahun 1419 M.
d .  Suma Oriental dari Tome Pires, catatan musafir Portugal ini memberitakan mengenai penyebaran agama Islam. antara tahun 1512 M sampai tahun 1515 M di Sumatera, Kalimantan, Jawa sampai sampai Kepulauan Maluku.   Peta pesebaran agama Islam di Nusantara | |
| Golongan Pembawa Islam di Nusantara | |
| 
Golongan pembawa Islam di Nusantara 
Adanya
 interaksi antara pedagang dari penjuru dunia dengan intensitas yang 
tinggi, memunculkan beragam teori mengenai siapakah sebenarnya yang 
memperkenalkan Agama Islam kepada penduduk Nusantara. Proses masuk dan 
berkembangnya agama Islam di Nusantara menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Menemukan sejarah, wacana pergerakan Islam di Indonesia, terdapat
 tiga teori yang memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya 
Islam ke Nusantara, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa
 agama Islam ke Nusantara.  
Adapun ketiga teori tersebut yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Nusantara antara lain sebagai berikut : 
 
a. Islam datang dari Arab (teori Mekah)  
b. Islam datang dari Gujarat (teori Gujarat)  
c. Islam datang dari Persia (teori Persia) . 
1. Islam datang dari Arab ( teori Mekah ) 
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Dasar teori ini adalah :
2. Islam datang dari Gujarat ( teori Gujarat ) 
  Gambar 1. Prof. Dr. H. Hamka 
Pendapat
 ini dikemukakakan oleh Soetjipto Wirjosoeparto dan   Christian Snouck 
Hurgronje dari Belanda. Ia berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara 
bukan dari Arab. Melainkan dari Gujarat/India. Hubungan langsung antara 
Nusantara dan Arab baru terjadi pada masa kemudian yaitu contohnya 
hubungan utusan dari Mataram dan Banten ke Mekah pada pertengahan abad 
ke-7 M. Pendapat tersebut didasarkan  pula kepada unsur-unsur Islam di 
Nusantara yang menunjukkan persamaannya dengan India. Menurut pendapat Prof. DR. Azyumardi Azra (Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah), teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje tidak benar. Dia mengatakan Islam dibawa oleh pedagang yang datang dari Gujarat pada abad ke- 12 atau abad ke-13. Padahal masa itu, Gujarat dikuasai oleh kerajaan Hindu yang kerap mengusir kapal-kapal pedagang muslim yang disanggah.  Gambar 2. Christian Snouck Hurgronje 
3. Islam datang dari Persia (teori Persia) 
Teori
 ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 M dan 
pembawanya berasal dari Persia (Iran). Teori ini mengungkapkan adanya 
kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam 
Nusantara dengan penduduk Persia. Misalnya peringatan hari Asyura (10 
Muharam) atas meninggalnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad, yang 
sangat dijunjung oleh orang Syi’ah/Islam Iran. Di Sumatra Barat 
peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di 
pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro, penggunaan istilah 
bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi 
harakat. Baris atas disebut Jabar, bawah disebut Ajer, dan depan disebut Pes, sedang dalam bahasa Arab ejaan itu disebut Fathah, Kasrah dan Dhommah. Didalam tulisan Arab, Sin
 bergigi sedangkan dalam tulisan Persia tidak bergigi sementara itu, 
Oemar Amir Hoesin mengatakan bahwa di Persia terdapat suku bangsa ”Leren”.
 Beliau inilah yang dahulu datang ke tanah Jawa sebab di Giri terdapat 
Kampung Leran, dan nisan Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik.Pendukung teori Persia adalah  P.A. Hoesein Djajadiningrat, Haji Muhammad Said, J.C. Van Leur, M. Dahlan Mansur dan Haji Abu Bakar Aceh.    
Gambar 3. Hoessein Djajadiningrat | |
| Peran Penyebaran Islam di Nusantara | |
| 
Peran penyebaran Islam di Nusantara 
Proses
 persebaran pengaruh Islam di Nusantara berjalan dengan lancar. Hal itu 
terbukti dari wilayah persebaran yang luas, mencakup hampir seluruh 
kepulauan Nusantara. Penyebabnya antara lain sebagai tersebut : 
 
Dari faktor penyebab tersebut diatas agama Islam dapat diterima oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari : 
 
1. Peranan Pedagang 
Awal penyebaran Agama Islam di Nusantara tidak lepas dari peran para pedagang. Para
 pedagang yang berdatangan di Nusantara berperan sebagai pedagang dan 
ulama (orang yang memahami ajaran Islam) Oleh karena itu, selain 
menjalankan profesi berdagang mereka juga  menyebarkan Agama Islam. Mereka amat giat memperkenalkan nilai-nilai Islam ke seluruh penduduk. Para pedagang Gujarat, Arab, dan Persia
 yang datang ke Nusantara berupaya mencari simpati dari masyarakat 
setempat. Melalui hubungan yang saling terbuka diantara raja, bangsawan,
 pedagang dan masyarakat setempat maka terjadilah perubahan sosial baik 
secara vertikal maupun horizontal. 
Perubahan sosial secara vertikal ditandai dengan banyaknya pedagang Islam yang memperoleh keuntungan dari kegiatan dagangnya. Para
 pedagang tersebut memiliki kekayaan yang cukup banyak sehingga mampu 
meningkatkan status sosialnya. Menurut perjalanan Tome Pires yang 
mengunjungi pelabuhan Tuban dan Gresik pada tahun 1514 terdapat pedagang
 Islam yang kaya dan penguasa-penguasa di pelabuhan. Oleh karena itu 
para pedagang di pelabuhan Tuban dan Gresik memiliki otonomi yang kuat 
dan disegani oleh penguasa Majapahit. Islam
 dan dagang merupakan dua hal yang tidak dipisahkan pada zaman ramainya 
perdagangan di perairan Nusantara abad ke-12 – ke-17.   
Gambar 4. Pedagang dari Gujarat  
Gambar 5. Pedagang Islam 
2. Peranan Ulama/Wali 
     
 Selain para pedagang peran ulama dan Wali sangat besar dalam percepatan
 proses penyebaran Islam. Mereka menyebarkan agama Islam melalui 
langgar, surau/madrasah. Madrasah yang tersohor pada waktu itu seperti 
di Ampel, Giri, Tuban, Kudus dan Demak. Para ulama yang sangat berjasa 
dalam penyebaran agama Islam di Jawa adalah Wali Sanga
 atau Wali Sembilan. Wali adalah seorang Islam yang tinggi budi 
pekertinya dan tinggi dalam ilmu agamanya.Wali adalah sebutan bukan 
nama. Disamping mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyebaran 
agama Islam di Jawa. Wali Sanga juga berperan sebagai penasihat raja dan
 pendukung raja-raja Islam yang berkuasa, bahkan ada yang menjadi raja, 
seperti Sunan Gunung Jati.  
         Adapun nama-nama Wali Sanga berikut perjuangannya dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah adalah sebagai berikut; Maulana
 Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Drajad, Sunan Bonang, Sunan Giri, 
Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. 
            Penyebaran agama Islam di Jawa selain dilakukan oleh Wali Sanga juga dilakukan oleh para ulama, seperti Syekh Siti Jenar (Demak), Sunan Tembayat (Klaten), Syekh Yusuf (Banten), Sunan Geseng (Magelang), Sunan Panggung (Tegal), dan Syekh Abdul Muhyi (Tasikmalaya), Syekh Burhanuddin (Minangkabau), Syekh Abdurrauf Al Fanhury ( Aceh ). 
          Islam selain berkembang pesat di Pulau Jawa juga berkembang di  pulau lainnya di Indonesia. Dakwah Islam itu juga dilakukan oleh beberapa ulama besar, seperti; Datori Bandang (Gowa, Makassar), Dato Sulaiman (Sulawesi Tengah dan Utara), Tuan Tunggang ri Parangan (Kalimantan Timur) dan Penghulu Demak (Banjarmasin dan Kalimantan Selatan). | |
| Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara | |
| 
Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara 
1. Kerajaan Samudra Pasai  
             Kerajaan
 Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhokseumawe 
(sekarang pantai timur Aceh). Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan 
Islam pertama di Nusantara dan berdiri pada abad ke- 13 M. Wilayahnya 
strategis karena menghadap Selat Malaka. 
   Awal
 berdirinya kerajaan Samudra Pasai diketahui dari batu nisan makam raja 
Malik al-Saleh yang wafat tahun 1297 M. Diperkirakan bahwa Sultan Malik 
al-Saleh (1290-1297) merupakan pendiri dan raja pertama kerajaan Samudra
 Pasai. Setelah Malik al-Saleh wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanjutkan
 oleh Sultan Muhammad Malik al-Taher (1297 – 1326 M), Sultan Ahmad dan 
Sultan Zainal Abidin. 
  
 Menurut beberapa sumber sejarah, banyak pedagang dari berbagai negara 
berlabuh di Pelabuhan Pasai. Pelabuhan Pasai yang sangat strategis itu 
dijadikan sebagai tempat untuk transit barang-barang dari berbagai 
negara sebelum diekspor ke tempat lain. Kerajaan Samudra Pasai mampu 
memanfaatkan ramainya perdagangan internasional yang dilakukan oleh para
 pedagang Islam. Mata uang yang digunakan oleh masyarakat Samudra Pasai 
dalam kegaiatan dagang ketika itu adalah mata uang emas (berita 
Marcopolo tahun 1292 M dan Ibnu Batutah tahun 1326 M). Samudra Pasai 
telah berperan sebagai pusat penyebaran Islam ke berbagai kawasan 
sekitarnya.  
2. Kerajaan Aceh
  
 Pendiri kerajaan ini ialah Ali Mughayat Syah
 (1513-1528 M). Pada masa pemerintahannya, Aceh menyatukan 
kerajaan-kerajaan disekitarnya, seperti Kesultanan Samudra Pasai, 
Perlak, Lamuri, Benua Tamiang dan Indera Jaya. Raja berikutnya Sultan Alauddin Riayat Syah
 (1537-1568 M). Dalam masa kekuasaannya, Aceh terus berusaha mengusir 
Portugis yang berkeinginan menguasai wilayahnya dan menyerang Johor yang
 bersekutu dengan Portugis. Usaha membangun kebesaran Aceh lainnya 
adalah menjalin hubungan dengan Turki, Persia, India dan 
Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.  
Kerajaan Aceh mencapai kejayaannya dibawah Pemerintahan Sultan Iskandar Muda
 (1607-1636 M). Pada masa kekuasaanya, wilayah Aceh semakin luas yaitu 
dari pesisir barat samudra sampai Bengkulu, pesisir timur Sumatera 
sampai Siale, Johar, Pahang dan Pattani.  
Sultan Iskandar Muda kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M). Pada masa kekuasaannya, ia lebih memperhatikan pengembangan dalam negeri ketimbang politik ekspansi, berkembangnya studi Islam masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani karena didukung oleh kehadiran Nuruddin ar Raniri (seorang
 ahli tasawuf yang berasal dari Gujarat, India. Nuruddin ar Raniri 
pernah singgah di Aceh sekitar tahun 1637 – 1644 M. Nuruddin ar Raniri 
banyak menulis buku tasawuf. Hasil karyanya yang terkenal adalah 
Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh). Setelah Sultan Iskandar 
Thani wafat, kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran.  
3. Kerajaan Demak 
Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Pendirinya ialah Raden Fatah (1478 – 1518 M). Kerajaan ini memiliki wilayah yang luas dan membentang di pesisir utara Jawa, bekas Kerajaan Majapahit. 
Setelah sebagian besar wilayah Jawa dikuasainya, Kerajaan Demak melakukan ekspansi ke luar Jawa. Caranya, dengan menyerang Malaka yang sudah jatuh ketangan Portugis. Pemimpin serangan itu ialah Pati Unus (1518-1521 M) dan dikenal dengan Pangeran Sabrang Lor. Serangan itu mengalami kegagalan, karena jarak serangan  terlalu
 jauh dan Demak kurang memiliki persenjataan. Walaupun gagal, kerajaan 
Demak telah membuktikan bahwa kerajaan Nusantara mampu melawan kekuatan 
bangsa Barat.Kerajaan Demak mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono
 (1521-1546 M). Pada masa pemerintahannya, Demak berusaha membendung 
masuknya Portugis ke Jawa. Setelah Sultan Trenggono wafat, Demak 
mengalami kemunduran yang disebabkan adanya perebutan kekuasaan dan 
kelemahan sistem pemerintahan di Kerajaan Demak. Kerajaan Demak memiliki
 peranan besar sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa.  Demak pun membangun masjid yang menggunakan perpaduan antara kebudayaan Jawa dan  Islam.  Masjid yang dimaksud adalah Masjid Raya Demak dan Masjid Raya Kudus. 
Pendiri Kerajaan Mataram ialah Kyai Ageng Pamanahan. Setelah meninggal tahun 1575 M, Pamanahan digantikan oleh anaknya bernama Sutawijaya. Pada masa pemerintahan Sutawijaya, wilayah kekuasaan Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon dan sebagian Priangan.  
Sutawijaya kemudian digantikan Mas Jolang
 (1511-1613 M). Pada masa pemerintahan Mas Jolang, Mataram Islam tidak 
mampu memperluas wilayahnya karena disibukkan dengan usaha mengatasi 
para pemberontak. 
Pengganti Mas Jolang ialah Raden Rangsang (1613-1645 M) yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo.
 Cita-cita perjuangan kedua pendahulunya tetap dilanjutkan sejak tahun 
1614 M, Sultan Agung mulai bergerak menaklukkan kembali daerah di 
pesisir utara Jawa. Balatentara Mataram berhasil menaklukkan Lumajang, 
Pasuruan, Kediri, Tuban, Pajang, Lasem, Madura, Surabaya dan Sukadana 
(Kalimantan). Sedangkan di daerah pedalaman yang tidak mau tunduk kepada
 kerajaan Mataram Islam, yaitu Madura, Ponorogo, Blora dan Bojonegoro. 
Setelah Surabaya jatuh hampir seluruh Jawa dikuasainya hanya tinggal 
Cirebon, Banten dan Batavia yang belum dikuasai. Pada tahun 1628 M dan 
1629 M Mataram menyerang Batavia, namun tidak berhasil karena kurangnya 
persiapan logistik. Sultan Agung adalah seorang organisator, ahli 
politik, ahli filsafat dan ahli sastra. Berikut ini adalah hasil karya 
Sultan Agung, yaitu : 
a.    Tahun 1833 M, Sultan Agung menciptakan Tarikh Jawa Islam yang dimulai 1 Muharam 1043 H. 
b.      Mengarang buku ”sastra gending” yang berisi ajaran filsafat mengenai kesucian jiwa. 
c.      Membuat buku undang-undang hukum pidana dan perdata yang diberi nama ”surya alam”.  5. Kerajaan Cirebon 
         Awalnya
 Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran. Pada abad ke- 16, 
Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan pusat perdagangan di
 pantai Jawa Barat bagian utara. Setelah jumlah pedagang semakin banyak 
dan proses Islamisasi berkembang terus, Sunan Gunung Jati segera 
membentuk pemerintahan kerajaan Islam Cirebon.  
        Cirebon
 dan Demak memiliki hubungan dekat. Secara ekonomi, pelabuhan Banten 
dijadikan sebagai pelabuhan bagi perkembangan ekonomi Demak di wilayah 
Cirebon, sebelum pelabuhan ini berdiri sendiri sebagai kerajaan. Adapun 
secara politik dan budaya, hubungannya terjadi melalui perkawinan. Pada 
tahun 1524 M, Sunan Gunung Jati menikahi saudara perempuan raja Demak. 
Dari perkawinan tersebut, Sunan Gunung Jati memperoleh anak bernama 
Hasanuddin yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Banten, setelah Demak
 merebut Banten dari penguasa Pajajaran. Adapun Sunan Gunung Jati, 
setelah meletakkan dasar-dasar pemerintahan kesultanan Banten segera 
membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1552 M. Masih ada perbedaan
 pendapat mengenai apakah Sunan Gunung Jati dengan Fatahillah sama 
orangnya atau berbeda ? Selama ini terdapat dua versi mengenai tokoh 
tersebut. Versi pertama dikemukakan oleh sejarawan Hoesien 
Djajadiningrat (1913) yang merujuk pada sumber-sumber yang dikemukakan 
oleh catatan sejarah bangsa Portugis dan sumber-sumber lainnya 
mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati ialah sama dengan Fatahillah, 
Falatehan, Tagaril, atau Syarif Hidayatullah. Versi kedua dikemukakan 
oleh sejarawan Atja (1972) dan Edi S. Ekadjati (2000) mengatakan bahwa 
Fatahillah dan Sunan Gunung Jati ialah dua orang yang berbeda, walaupun 
keduanya ialah sama-sama tokoh penyebar Islam di Cirebon. Versi kedua 
ini didukung oleh Babad Cirebon dan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. 
6. Kerajaan Banten 
   Hasanuddin
 sebagai anak dari Sunan Gunung Jati dianggap sebagai raja dari 
Kerajaan/Kesultanan Banten yang pertama. Adapun Sunan Gunung Jati 
dianggap sebagai pendiri kerajaan Banten.  
   Seperti
 halnya ayahnya, Hasanuddin memiliki hubungan keluarga dengan Raja Demak
 (Sultan Trenggono) melalui perkawinan. Dari perkawinan tersebut, 
Hasanuddin memperoleh dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Anak kedua diangkat menjadi penguasa Jepara, sedangkan Maulana Yusuf sebagai anak pertama diangkat menjadi Raja Banten. 
   Perebutan tahta di Banten terjadi sepeninggal Maulana Yusuf, yaitu antara Maulana Muhammad
 (anak Maulana Yusuf) dengan Pangeran Jepara. Namun usaha ini dapat 
digagalkan oleh pasukan Banten. Dari kegagalan serangan tersebut, Banten
 dan Cirebon  berdiri sebagai kerajaan yang berdaulat.  
Banten mencapai masa kejayaannya dibawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa
 (1651-1682 M). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat 
pertempuran melawan VOC. Kegigihan Sultan Ageng ditentang oleh Sultan 
Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk menggunakan politik adu 
domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat ditangkap Belanda 
tahun 1683 M dan dipenjara di Batavia sampai akhirnya wafat tahun 1692 
M. Akhirnya, Sultan Haji dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan 
VOC. Harus menerima kenyataan bahwa Belanda memonopoli perdagangan di 
Banten. 
7. Kerajaan Makassar           
          Pada
 abad ke- 16 di pulau Sulawesi berkembang banyak kerajaan diantaranya 
kerajaan Luwu,Gowa, Wajo, Soppeng, Tallo dan Bone. Diantara 
kerajaan-kerajaan tersebut terdapat persaingan perebutan hegemoni di 
Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia bagian Timur. Dua kerajaan 
berhasil memenangkan persaingan tersebut, yaitu Gowa dan Tallo yang 
kemudian lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar.Kerajaan Makassar 
mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan  Hasanuddin (1653-1669 M).  
Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya  di Sulawesi Selatan termasuk Kerajaan Bone. setelah VOC  mengetahui
 pelabuhan Makassar yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan 
beras. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan memiliki tradisi 
merantau.Tradisi ini berkaitan dengan kehidupan ekonomi perdagangan 
antar pulau. Pada masa kejayaannya, pedagang Makassar melakukan kegiatan
 perdagangan dengan berbagai Pelabuhan di seluruh Nusantara.Hubungan 
diplomatik juga dilakukan antara lain dengan kerajaan-kerajaan di Asia, 
seperti Mindanao, Mogul, Turki dan Sulu. Sikap terbuka masyarakat 
Kerajaan Makassar menyebabkan terbentuknya perdagangan bebas di kawasan 
ini.  VOC mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang serta membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda
 (pusat rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak. Setelah 
peristiwa itu antara Makassar dan VOC mulai terjadi Konflik. Keadaan 
meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan  tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palaka (Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.  Akhirnya Makasar diduduki VOC melalui Perjanjian Bongaya tahun 1667 M. 8. Kerajaan Ternate dan Tidore 
       Kerajaan
 Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan di kepulauan Maluku. Dalam 
sejarah perkembangannya, kedua kerajaan tersebut bersaing untuk 
memperebutkan kekuasaan politik dan ekonomi. Tidak jarang mereka 
melibatkan kekuatan-kekuatan asing, seperti Portugis, Spanyol dan 
Belanda. Kekuatan-kekuatan asing tersebut dalam perkembangannya 
berambisi pula untuk menguasai secara monopoli perdagangan rempah-rempah
 di kawasan ini. Persaingan antara kerajaan Ternate dan Tidore 
diperburuk dengan ikut campurnya bangsa Portugis yang membantu Ternate 
dan bangsa Spanyol yang membantu Tidore. Setelah memperoleh keuntungan, 
kedua bangsa barat tersebut bersepakat untuk menyelesaikan persaingan 
mereka dalam Perjanjian Saragosa ( 22 April 1529).
 Hasil perjanjian tersebut, Spanyol harus meninggalkan Maluku dan 
menguasai Philipina, sedangkan Portugis tetap melakukan perdagangan di 
kepulauan Maluku.    Walaupun
 sedang bersaing memperebutkan hegemoni di kawasan tersebut, 
kerajaan-kerajaan di Maluku tetap tidak menginginkan bangsa-bangsa barat
 mengganggu kegiatan perdagangan di kawasan tersebut. Hal itu merupakan 
salah satu ciri kerajaan-kerajaan Islam di Maluku. Oleh karena itu, 
mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan asing. Misalnya, 
perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Hairun (1550 – 1570 M) dan perlawanan Sultan Baabullah (1570-1583).Perlawanan
 yang terakhir ini mampu memaksa bangsa Portugis meninggalkan Maluku dan
 memindahkan kegiatannya ke Timor Timur (sekarang Timor Leste). Adapaun 
perlawanan terhadap Belanda dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780 – 1805 M).           
 | |
| Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di Nusantara | |
| Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di Nusantara 
  
 Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara meninggalkan warisan sejarah yang 
sangat berharga. Peninggalan tersebut merupakan hasil dari proses 
belajar masyarakat Islam Nusantara pada masa kejayaannya, baik hasil 
perpaduan antara kebudayaan asing dan kebudayaan setempat maupun yang 
digali dari masyarakat Nusantara sendiri.  
Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain sebagai berikut :  
 
Masjid 
     
 Dalam bidang arsitektur atau seni bangun, peninggalan yang sangat 
berharga, yaitu arsitektur bangunan masjid yang merupakan perpaduan 
antara seni bangun dari berbagai kawasan dunia Islam dan kebudayaan 
setempat. Contoh bangunan Masjid Agung Cirebon, Masjid Agung Banten dan 
Menara Kudus yang mengadopsi kebudayaan setempat. Contoh lainnya, bentuk
 bangunan gerbang Masjid Sumenep yang mengadopsi gaya Portugis. Adapun 
gaya India dan Eropa tampak pada arsitektur Masjid Penyengat dan Masjid 
Baiturrahman.  
  Gambar 5. Masjid Menara Kudus  Gambar 6. Masjid Agung Banten Keraton 
      
 Keraton adalah tempat untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting yang 
menyangkut urusan kerajaan. Di keraton, Sultan beserta keluarganya 
tinggal. Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan. 
Keraton Islam di Nusatara memiliki ciri-ciri khusus, antara lain: 
  Gambar 3. Kraton Yogyakarta  Gambar 4. Reruntuhan / sisa pondasi Kraton Banten (Surosuwan) Batu Nisan 
Batu
 nisan adalah bangunan terbuat dari batu yang berdiri di atas makam. 
Nisan berfungsi sebagai tanda adanya suatu makam seseorang yang sudah 
meninggal. Bentuk nisan juga bermacam-macam. Nisan-nisan yang bercorak Islam biasanya dihiasi dengan tulisan Arab dalam bentuk kaligrafi.   
Gambar 5. Batu Nisan Makam Sultan Malik Al-Saleh  
Gambar 6. Batu Nisan Makam Fatimah binti Mamun 
Kaligrafi 
Kaligrafi
 adalah seni menulis indah dengan merangkai huruf-huruf Arab atau 
ayat-ayat suci al-Qur’an sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Biasanya 
yang menjadi objek seni kaligrafi adalah tokoh manusia, tumbuhan atau 
binatang.  
Contoh kaligrafi antara lain sebagai berikut : 
a. Kaligrafi pada batu nisan. 
b. Kaligrafi bentuk wayang dari Cirebon. 
 c. Kaligrafi bentuk hiasan.  
Gambar 7. Contoh Kaligrafi  
Gambar 8. Contoh Kaligrafi dengan Obyek Berbentuk Manusia 
Seni Sastra 
Peninggalan karya sastra bercorak Islam di Nusantara dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu : 
  
 Gambar 9. Hikayat Amir Hamzah  
Gambar 10. Babad Tanah Jawi 
Seni  pertunjukkan  
    
    
    
    
     Peninggalan sejarah yang bercorak Islam dalam bentuk seni pertunjukkan adalah : 
 Gambar 11. Kesenian Debus Gambar 12. Tarian Seudati Semoga bermanfaat mas brooww...........Amin Sejarah Islam | 
Khataman dan Imtihan
 
Rabu, 27 Februari 2013
Perkembangan Islam di Indonesia
Langganan:
Komentar (Atom)
 



 
